Ketika Pikun Melanda

Ditulis oleh: dr.Fransiska Irma,SpKJ
Psikiater Klinik Jiwa dan Panti Rehabilitasi Mental Jiwa Sehat

Saat ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan dunia kesehatan telah meningkatkan angka harapan hidup rata-rata di seluruh dunia. Jumlah penduduk lansia meningkat dengan tajam dalam beberapa dekade terakhir. Masalah yang kerap ditemui pada penduduk lansia adalah kepikunan. Pikun adalah bahasa awam untuk mengistilahkan kondisi mudah lupa. Kondisi ini dapat merupakan bagian dari demensia yaitu penurunan daya kerja otak akibat matinya sel-sel saraf otak. Di tahun 2010, demensia diidap oleh lebih dari 35,6 juta penduduk lansia dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam jangka waktu 20 tahun menjadi 65,7 juta orang di tahun 2030.

Problema pada penderita demensia bukan hanya masalah mudah lupa saja namun juga timbulnya perubahan emosi dan perilaku yang sering menyertainya. Perubahan emosi dan perilaku yang sering tampak misalnya depresi, mudah marah, galak dan mudah memukul, apatis, nampak diam tak mau beraktivitas, tidak mau merawat diri, mengulang-ulang hal yang sudah dikatakan, bicara melantur/”berbohong”/asal jawab ketika ditanya, tidak mau dan tak mampu merawat diri, jam tidur bangun yang tak sesuai orang normal, takut ditinggal, menjadi tak tahu malu, tak dapat menahan keinginannya, berteriak-teriak, berhalusinasi, curiga dengan orang lain, dan lain sebagainya. Perubahan emosi dan perilaku ini dikenal dengan istilah medis BPSD (Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia). BPSD sering kali merupakan sumber stres utama dan terberat bagi keluarga yang merawat penderita.

Keluarga penderita demensia sering tidak mengetahui bahwa perubahan perilaku dan emosi yang timbul merupakan bagian demensia yang dialami pasien. Keluarga kemudian dapat memberikan respon yang salah atau salah bersikap karena ketidaktahuan tersebut. Ketika BPSD yang dialami pasien sudah berat, umumnya keluarga berespon dengan memasukan pasien ke rumah sakit atau mencari pengasuh pengganti yang dapat menemani pasien sehingga memberikan beban ekonomi tambahan bagi keluarga. Selain itu kualitas hidup pasien dan keluarga yang didera stres berkepanjangan juga dengan sendirinya menurun. Banyak sekali keluarga yang anggotanya menunjukan gejala-gejala depresi akibat harus merawat penderita demensia yang memiliki gejala-gejala BPSD.

Penderita demensia perlu untuk dibawa ke dokter untuk memastikan bahwa memang yang dialami adalah demensia. Banyak kondisi yang dapat menyerupai gejala demensia dan tugas dokter memastikan bahwa gejala-gejala yang ada memang disebabkan oleh demensia dan bukan karena disebabkan oleh kondisi lainnya. Bila gejala yang ada disebabkan oleh sakit lainnya, dokter dapat langsung memberikan tatalaksana yang tepat dan sesuai. Diagnosis dini dapat membantu keluarga dalam menyusun rencana ke depannya, bagaimana keluarga bersikap, cara merawat pasien dengan benar, dan juga yang penting bagaimana menurunkan stres dalam keluarga sendiri. Hal ini dapat dikonsultasikan pada dokter psikiater.

Hingga saat ini belum terdapat obat yang dapat menyembuhkan demensia namun sebetulnya gejala-gejala yang menyertai demensia seperti BPSD sebagian dapat dikontrol dengan terapi menggunakan obat-obatan klinis sekaligus dikombinasikan dengan terapi tanpa obat-obatan misalnya dengan melakukan konseling dan psikoterapi secara teratur terhadap keluarga yang merawat sehingga kadar stres dapat dikurangi dan pada akhirnya hal ini akan membantu membentuk sikap keluarga yang positif terhadap penderita.

Tinggalkan pesan Anda...